sistem kemasyarakatan, pemerintahan, filsafat, dan
kepercayaan pada masa hindu
oleh:
ika Wahyu. s
§ System
Kemasyarakatan Agama Hindu
Agama
Hindu mengenal kasta di mulai sejak zaman Weda Purba, lebih tepatnya dalam
Agama Brahmana. Dalam agama Brahmana dikenal ada empat, yaitu: kasta Brahmana (pendeta), Ksatria (pemegang tampuk pemerintahan), Waisya (pekerja), Sudra
(rakyat biasa). Sebenarnya dalam Rigweda hanya ada dua “varna” saja, yaitu Arya Varna
(kulit kuning), dan Dasyu Varna (kulit
hitam)[1]. Menurut
Bleeker sistem kasta ini berawal dari keempat golongan tertua dari suku Arya,
yaitu golongan pendeta (pendeta), golongan perwira (ksatria), golongan pedagang
atau petani (waisya), golongan buruh atau budak (sudra). Perkembangan tentang
kasta ini terus terjadi kemudian menimbulkan empat macam kasta dalam agama
Hindu.
Prinsip
dasar peraturan catur varna adalah endogamis. Perpindahan kasta tidak
diperbolehkan dan juga tidak mungkin. Varna kasta yang lebih tinggi selalu
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih “enak”. Hal ini tercantum dalam
kitab undang-undang Manawa Dharma Sastra.
Dalam kenyataannya peraturan-peraturan ini selalu dipatuhi sepenuhnya. Dan
nampaknya persoalan kasta tetap merupakan persoalan yang sulit dipecahkan, juga
sampai saat ini.
§ System
Pemerintahan Agama Hindu
Sejarah
politik India sebetulnya sudah dimulai sejak zaman perang antara keluarga
Kurawa dan Pandawa sebagai diceritkan dalam kitab epos Mahabharata. Dalam agama
Hndu terdapat berbagai kepercayaan-kepercayaan, nama-nama dewa, yang nyata
diambil dari kebudayaan Dravida asli. Terang sekali bahwa peraturan
pemerintahan desa di India berdasar pada aturan-aturan yang diadakan oleh
bangsa Dravida. Aturan-aturan itu rupanya dibawa oleh bangsa Hindu juga ke Jawa
waktu mereka membentuk pemerintahan di pulau ini. Dalam abad-abad berikut
peraturan-peraturan desa itu diteruskan oleh pemerintah Hindustan, Inggris, dan
India sampai masa sekarang.
Pada
permulaan pertengahan abad India mengambil bentuk republic yang demokratis, dan
duniawi (seculer) dan menetapkan suatu undang-undang dasar yang radikal dan
modern.
§ Falsafat Hindu
Falsafat
mempersoalkan kebijakan (wisdom) ilmu pengetahuan yang terdalam, berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari hati sanubari setiap orang
mengenai arti, isi, dan makna dari segala sesuatu, baik yang dapat dilihat
maupun yang dialaminya.
Lingkungan
Falsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
1) Bidang
pengetahuan: Menyelidiki sumber-sumber pengetahuan, proses terjadinya
pengetahuan. Menggariskan batas serta dasar-dasar yang harus ditaati.
2) Bidang
kenyataan dan sebab-sebab yang terbatas: Mengupas artinya “ada/being” itu, apa
tujuan, sebab-sebab dan hakekatnya dari semua yang didasarkan
metafisika/ontology.
3) Bidang
manusia dan dunia: Dengan proses Metafisika Anthropologi/Metafisika Psikologi
menyelidiki filsafat tentang manusia. Filosof Kodrat mempersoalkan dunia
materi serta susunannya.
4) Bidang
kesusilaan: Menyelidiki filsafat etika, juga memperbincangkan soal norma-norma hidup
kemasyarakatan.
5) Bidang-bidang lain:
a. Falsafat
kebudayaan / kesenian
b. Falsafat
hukum
c. Falsafat
sejarah dan sebagainya.
Mengenai
manfaat falsafat dapat dicatat sebagai berikut:
a. Falsafat
dapat membantu mendidik, membangun diri sendiri agar berfikir secara lebih
mendalam, dan menyadari kerohanian umat , manusia.
b. Falsafat
meningkatkan kewaspadaan, kecerdasan untuk memecahkan persoalan kehidupan
sehari-hari.
c. Falsafat,
agama, dan ilmu pengetahuan saling berjalin. Ditinjau dari sudut tujuannya,
sama-sama mencari kebenaran.
Dasar
Falsafat Hinduisme
“MOKSARTHAM
JAGAD HITAYA CA ITI DHARMA” merupakan dasar serta tujuan falsafat (darsana)
Hindhuisme yang wajib dicapai sesuai dengan cita-cita tertinggi yang dikejar
dalam agama Hindhu, yakni: kebahagiaan sekala (duniawi) dan kebahagiaan niskala
(sorgawi) disebut MOKSA[2].
Maksud
falsafat (Darsana) Hindhuisme adalah pemadaman “Penderitaan dan kesengsaraan”,
dan metodenya ialah dengan memperoleh pengetahuan tentang kodrat kebenaran pada
sesuatu benda yang bertujuan membebaskan manusia dari “Belenggu
ketidak-tahuan”.
§ Kepercayaan Pada
Masa Hindu
Agama
Hindu memiliki ajaran yang tak terbatas. Kalau ada benarnya ungkapan yang
mengatakan bahwa mempelajari agama Hindu itu ibarat seorang buta yang mencoba
menggambarkan gajah. Agama Hindu timbul dari dua arus yang berbeda, yaitu agama
(bangsa) Dravida, dan agama (bangsa) Arya. Dalam perkembangannya di India lalu
ada usaha-usaha yang mempersonakan untuk memasukkan berbagai macam kepercayaan
yang ada, filsafatnya, dan praktek-praktek keagamaannya dalam satu system yang
sekarang ini disebut agama Hindu. Agama tersebut menyerap ide-ide, penalaran
dan amalan kedewaan, pemuja patung, pertapaan, ajaran penjelmaan kembali,
dsb.
Dalam
perkembangan selanjutnya ajaran yang dominan dalam agama Hindu adalah unsure
teologi, filsafat, lembaga social, dan etika atau moral. Agama Hindu
mempercayai Realitas Tertinggi hanya satu, akan tetapi tidak membatasi “yang
satu” sebagai realitas yang dimaksud sebagai tuhan yang personal. Selain itu
agama Hindu juga percaya dan menyembah dewa-dewa alam yang jumlahnya sangat
banyak yang dianggap pengatur alam, dan penting kedudukannya dalam upacara
korban. Dewa-dewa ini diharapkan memberikan kesenangan, kebahagiaan, dan
ketenangan, dan sebagai imbangannya, bila para dewa merasa senang, para dewa
akan mengabulkan keinginan mereka.
Daftar Pustaka
D.D. Harsa Swabodhi, Budha Dharma &
Hindu Dharma.Yayasan Perguruan “Budaya”. Sumatra Utara.1980
Mukti Ali,
Agama-agama Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta.1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar